BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B, dan C, yang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septicemia (tidak menyerang usus).
Kuman tersebut masuk masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus halus menuju saluran limfa, masuk kedalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian akan masuk kedalam system retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes/typhus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau typhus abdominalis, karena berhubungan dengan usus perut. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja mulai dari anak-anak, orang dewasa dan orang tua, laki-laki maupun perempuan.
Penyakit typhoid ini mendunia, tetapi lebih banyak di Negara sedang berkembang di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit typhus merupakan endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular, yag mudah menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300-810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita anak berumur 12-13 tahun (70-80%), pada anak remaja diatas usia 12-13 tahun (5-10%) dan pada usia 30-40 tahun (10-20%). Timbulnya penyakit ini tidak memandang musim, baik musim kemarau maupun musim penghujan. Penularan penyakit ini melalui makanan yang tercemar.
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
2.2. EPIDEMOLOGI
Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama faccesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3 minggu (rata-rata 10-14 hari).
2.3. ETIOLOGI
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: a. Antigen O (somatic, terdiri dar izat komplek liopolisakarida) b. Antigen H (flagella) c. Antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Feces dan Urin dari penderita thypus
2.4. FAKTOR RESIKO
• Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan
• Lingkungan yang kotor
• Daya tahan tubuh yang rendah
2.5. TANDA dan GEJALA KLINIS
Gejala klinik thyphus abdominalis pada pasien dewasa biasanya lebih berat dibandingkan anak. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, nafsu makan berkurang,dan tidak bersemangat.
Gejala klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitens dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setia hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu keempat.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap (halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit terutama ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
2.6. PATOFISIOLOGI
Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman Salmonella Typhosa masuk kedalam lambung, selanjutnya lolos dari sistem pertahanan lambung, kemudian masuk ke usus halus, melalui folikel limpa masuk kesaluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik, sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang Sistem Retikulo Endoteleal (RES) yaitu : hati, lien dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem syaraf pusat, ginjal dan jaringan limpa.Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati masuk ke kandung empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Cairan empedu akan masuk ke Duodenum dan dengan virulensi kuman yang tinggi akan menginfeksi intestin kembali khususnya bagian illeum dimana akan terbentuk ulkus yang lonjong dan dalam. Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun ini tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan hepatomegali. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus ( demam kontinue ), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman, pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, melena, syock dan penurunan kesadaran.
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B, dan C, yang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septicemia (tidak menyerang usus).
Kuman tersebut masuk masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus halus menuju saluran limfa, masuk kedalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian akan masuk kedalam system retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes/typhus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau typhus abdominalis, karena berhubungan dengan usus perut. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja mulai dari anak-anak, orang dewasa dan orang tua, laki-laki maupun perempuan.
Penyakit typhoid ini mendunia, tetapi lebih banyak di Negara sedang berkembang di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit typhus merupakan endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular, yag mudah menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300-810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita anak berumur 12-13 tahun (70-80%), pada anak remaja diatas usia 12-13 tahun (5-10%) dan pada usia 30-40 tahun (10-20%). Timbulnya penyakit ini tidak memandang musim, baik musim kemarau maupun musim penghujan. Penularan penyakit ini melalui makanan yang tercemar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
2.2. EPIDEMOLOGI
Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama faccesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3 minggu (rata-rata 10-14 hari).
2.3. ETIOLOGI
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: a. Antigen O (somatic, terdiri dar izat komplek liopolisakarida) b. Antigen H (flagella) c. Antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Feces dan Urin dari penderita thypus
2.4. FAKTOR RESIKO
• Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan
• Lingkungan yang kotor
• Daya tahan tubuh yang rendah
2.5. TANDA dan GEJALA KLINIS
Gejala klinik thyphus abdominalis pada pasien dewasa biasanya lebih berat dibandingkan anak. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, nafsu makan berkurang,dan tidak bersemangat.
Gejala klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitens dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setia hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu keempat.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap (halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit terutama ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
2.6. PATOFISIOLOGI
Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman Salmonella Typhosa masuk kedalam lambung, selanjutnya lolos dari sistem pertahanan lambung, kemudian masuk ke usus halus, melalui folikel limpa masuk kesaluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik, sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang Sistem Retikulo Endoteleal (RES) yaitu : hati, lien dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem syaraf pusat, ginjal dan jaringan limpa.Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati masuk ke kandung empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Cairan empedu akan masuk ke Duodenum dan dengan virulensi kuman yang tinggi akan menginfeksi intestin kembali khususnya bagian illeum dimana akan terbentuk ulkus yang lonjong dan dalam. Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun ini tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan hepatomegali. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus ( demam kontinue ), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman, pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, melena, syock dan penurunan kesadaran.
2.7. PENULARAN
1. Kuman tipes masuk/ menular melalui
mulut dengan makanan atau minuman yang tercemar.
2. Pencemaran kuman tipes dapat terjadi
:
a.
Dengan perantaraan lalat.
b. Melalui aliran sungai.
2.8. PENCEGAHAN
1.
Usaha
terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
syarat
b. Pembuangan kotoran manusia yang
higienis
c. Pemberantasan lalat
d. Pengentasan terhadap rumah-rumah
makan dan penjual makanan
e. Tingkatkan kebersihan diri dan
lingkungan
f. Pilih makanan yang telah diolah dan
disajikan dengan baik (memenuhi syarat kesehatan)
g. Jamban keluarga harus cukup jauh
dari sumur (harus sesuai standar pembuatan jamban yang baik)
2.
Usaha
terhadap individu:
a. Imunisasi
b. Menemukan dan mengawasi carrier
typhoid
c. Pendidikan kesehatan kepada
masyarakat
2.9. KOMPLIKASI
1. Kompilikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan
sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : Anemia hemolitik,
trombositopenia, disseminated intravascular coaguilation (DIC) dan sindrom
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : Pneumonia,
empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu
: Hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis,
pielonefretis dan perinefretis.
f. Komplikasi tulang : Osteomielitis,
periostitis, spondilitis dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : Delirium,
meningismus, menengitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain Barre, psikosis
dan sindrom katatonia.
2.10. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Untuk membuat diagnosa pasti perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium :
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan
adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan
absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah
merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 –
4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran
lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.
Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.
Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin.
Laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didaparkan
proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam
urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan
adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa
pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja,
urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu
reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi
yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.
Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau
terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari
infeksi Salmonella typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan
ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
2.11. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Obat-obat antimikroba yang sering
digunakan adalah :
a. Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan
obat pilihan utama pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4
kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan
kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester
ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan
kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
b. Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol
pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada
penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan
tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari.
c. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan
Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan
kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai
7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6
hari.
d. Ampicillin dan Amoxicillin : Dalam hal
kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampicillin dan amoxicillin lebih kecil
dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien
demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoxicillin dan
Ampicillin, demam rata-rata turun 7-9 hari.
e. Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji
klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain cefoperazon,
ceftriaxon, dan cefotaxime efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam
tifoid tetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
2. Perawatan
Penderita
dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus
tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pada klien dengan
kesadaran menurun, diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya
klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi
perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi,
lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman kepada klien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar