Senin, 21 Maret 2016

ASFIKSIA

1.        Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
2.        Klasifikasi Asfiksia
Menurut  Mochtar  (2008),  klasifikasi  klinis  asfiksia  dibagi  dalam  2  macam, yaitu sebagai berikut :
·      Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis lebih baik.
·      Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
Berdasarkan nilai             APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration), asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1.    Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100X/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2.    Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 10 lebih dari 100X/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
3.    Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-9
4.    Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Tabel Nilai APGAR :
Nilai
0
1
2
Nafas
Tidak ada
Tidak Teratur
Teratur
Denyut Jantung
Tidak ada
< 100
>100
Warna Kulit
Biru/Pucat
Tubuh merah jambu & kaki, tangan biru
Merah Jambu
Gerakan/Tonus Otot
Tidak ada
Sedikit fleksi
Fleksi
Refleks
Tidak ada
Lemah/Lambat
Kuat

3.        Etiologi Asfiksa
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
a.    Faktor ibu
·       Preeklampsia dan eklampsia
·       Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
·       Partus lama atau partus macet
·       Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·       Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b.    Faktor Tali Pusat
·       Lilitan tali pusat
·       Tali pusat pendek
·       Simpul tali pusat
·       Prolapsus tali pusat
c.    Faktor Bayi
·       Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·       Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·       Kelainan bawaan (kongenital)
·       Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4.        Patofisiologi
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2.    Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

  1. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
5.        Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
·       Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
·       Warna kulit kebiruan
·       Kejang
·       Penurunan kesadaran
6.        Diagnosis
a.    Denyut jantung janin
Frekuensi normal denyut jantung janin adalah antara 120 sampai 160x/menit. Selama his frekuensi tersebut bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, namun apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di luar his dan terlebih jika tidak teratur, hal tersebut merupakan tanda bahaya.
b.    Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c.    Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan melalui servik yang dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah tersebut diperiksa pH nya, adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH turun sampai 7.2 hal tersebut dianggap sebagai tanda bahaya. Kelahiran yang telah menunjukan tanda-tanda gawat janin dimungkinkan akan dissertai dengan asfiksia neonatorum. Oleh karena itu perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia. Tingkatannya perlu diketahui untuk melakukan tindakan resusitasi yang sempurna. Hal tersebut diketahui dengan penilaian menurut APGAR.
Untuk menentukan tingkat asfiksia dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis serta penilaian yang tepat, sehingga pada tahun 1953-1958 seorang bernama Virginia Apgar mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan neonatus. Menurut Novita, nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir. akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai sesudah bayi lahir. apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantungatau warna bayi, maka penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.
7.        Penatalaksaan Asfiksia
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1)      Memastikan saluran terbuka
·      Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
·      Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
·      Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2)      Memulai pernafasan
·      Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan.
·      Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3)      Mempertahankan sirkulasi
·      Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
·      Kompresi dada.
·       Pengobatan
8.        Persiapan Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1)   2 helai kain / handuk.
2)   Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3)   Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4)   Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5)   Kotak alat resusitasi.
6)   Jam atau pencatat waktu.
9.        Langkah-langkah resusitasi
1)             Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2)             Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3)             Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4)             Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5)             Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6)             Nilai pernafasan, jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a.     Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b.    Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
c.     30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
·       100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
·       60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
·       60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
·       < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
·       Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
a.     Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b.    Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7)             Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8)              Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9)             Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL/kg BB secara IV.
10)         Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11)         Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12)         Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar